Senin, 18 Maret 2013

Dakwah di Jalan Politik


Sumber :  Profil DPRD Provinsi Riau Periode 2009 - 2014
                 Diterbitkan oleh : Sekretariat DPRD Provinsi Riau


DAKWAH DI JALAN POLITIK
Text Box: Dakwah dan politik. Bagi banyak kalangan dua dunia itu tentu saja tak bisa berpadu. Namun di mata seorang Ayat Cahyadi –apa yang dianggap ibarat air dengan api itu dapat disatukan dalam satu belanga. Ia berpendapat, antara dakwah dan politik adalah dua kawan seiring.


“Berdakwah tidak pernah membatasi  diri pada tempat tertentu. Dalam segala lini kehidupan. Termasuk politik yang konon kata orang serba tak jelas.”

Tentu saja, dakwah yang dimaksud oleh Ayat tersebut bukanlah lagi sebatas yang dilakukannya saat sebelum menjabat anggota dewan. Kini, konteksnya justru makin meluas dan mencakup kepentingan banyak orang.

Ia meyakini, dakwah yang kontekstual adalah dakwah yang memberikan perhatian luas kepada problem masyarakat. Menurutnya, dalam panggung politik spirit berdakwah di jalan Tuhan harus tetap kukuh dipegang. Tetapi seperti di akuinya, berdakwah dalam ranah politik jauh lebih sulit. Ragam duniawi yang kerap menggerogoti keimanan sang juru dakwah itu sendiri. Sejumlah tawaran kerap datang. Dan kesempatan untuk menyelewengkan dakwah dari mimbar iman rel sebegitu besar.

“Sekali tergelincir, tentu akan sulit untuk kembali  ke jalan yang benar. Makanya harus senantiasa amanah dan konsisten dengan nilai-nilai kebenaran yang di anut. Jangan sampai seperti tongkat pembawa rebah.”
Double Brace: Sekali tergelincir, tentu akan sulit untuk kembali ke jalan yang benar. Makanya harus senantiasa amanah dan konsisten dengan nilai-nilai kebenaran yang di anut. “Ayat merupakan sosok politisi muda Partai Keadilan Sejahtera yang banyak diharapkan sejak kemunculannya pertama kali. Di usia belum menyentuh 40 tahun, ia sudah tampil sebagai salah satu ikon pergerakan politik anak muda di Pekanbaru. Naiknya tokoh ini kepanggung politik kian mengemuka ketika ia mencalonkan diri sebagai wakil walikota Pekanbaru, tahun 2006 silam.



 
Kompetisi kala itu tak kalah seru.

                Dua mantan sekondan Herman Abdullah dan Erwandi Saleh masing-masing walikota dan wakil walikota yang semula berada dala satu biduk, tiba-tiba pecah kongsi.

                Kubu Herman Abdullah akhirnya menang. Erwandi Saleh yang berpasangan dengan Ayat Cahyadi harus menepi ke pinggir arena. Tetapi, dalam politik Ayat Cahyadi tak patah arang. Ia melaju terus di gedung parlemen. Sampai akhirnya, lima tahun kemudian, ia kembali  mencalonkan diri sebagai wakil walikota. Kali ini, ia digandeng Firdaus, ST. MT melawan pasangan Septina Primawati Rusli – Erizal Muluk.

                Kecemerlangan karir politik Ayat terlihat dari kemampuannya selama duduk sebagai anggota DPRD Pekanbaru. Ia terpilih sebagai salah satu wakil rakyat dalam pemilu 2004 silam. Di parlemen kota ia mendapat kepercayaan dari partai dan koleganya untuk menjadi salah satu wakil ketua.

                Selama menjadi legislator, ia dikenal bersuara nyaring soal kebijakan-kebijakan walikota. Ia juga menuntut agar pihak eksekutif tak hanya fokus dalam pembangunan fisik, namun juga pengembangan SDM berbasis nilai-nilai akhlak dan moral. Ia mengkritik pengelolaan rumah-rumah dan tempat hiburan yang melanggar etika norma dan agama. Kritik yang kemudian menggema keruang public, dan media massa mengutipnya antusias.

                “kita harus bangun Kota Pekanbaru sebagai kota yang memiliki nuansa moral dan keagamaan yang baik,” kata Alumnus Fakultas MIPA Universitas Riau ini pada waktu itu.

                Di dunia pergerakan kampus, nama Ayat sebelumnya cukup popular. Ia piawai dalam menyampaikan gagasan  tentang pengembangan agama yang bisa diterima banyak pihak. Ia sisapa Pak Ustad karena konsisten melakukan syiar agama disegala tempat. Ia juga aktif dalam kegiatan social masyarakat.

Berdayakan Kampus 

                Usai mengabdi di DPRD Pekanbaru, karirnya kembali melejit. Ia naik kelas menjadi anggota DPRD Riau pada pemilu legislative 2009 lalu mewakili Pekanbaru. Raihan suara sah yang mendukungnya merupakan yang paling banyakl dari antara delapan anggota dewan terpilih dari daerah pemilihan Kota.

                Pekanbaru di masa itu, Ia meraup sekitar 14 ribu lebih suara, meski sejatinya ia hanya ditempatkan dalam daftar caleg nomor urut dua.

                Ayat yang kini duduk di komisi D DPRD Riau, tak banyak berubah. Pun tetap kritis dalam berpendapat. Baginya, DPRD adalah sarana yang efektif untuk mengontrol jalannya pembangunan di Daerah. Sejumlah bidang kerja yang menyangkut tugas-tugas komisi ia geluti secara serius. Termasuk soal pendidikan dan kesejahteraan masyarakat.

                Kepedulian Ayat Cahyadi dalam pemberdayaan kampus bukan rahasia umum lagi di parlemen. Keberadaan kampus-kampus perguruan tinggi di propinsi ini, menurutnya perlu mendapat perhatian serius. Ia mendambakan kampus sebagai mitra pemerintah dalam pembangunan. Pemerintah harus mulai melibatkan potensi kampus sebagai mitra pembangunan.  Begitu banyak potensi orang-orang  kampus perguruan yang menurutnya dapat diandalkan dalam proses pembangunan. Mulai dari tahap perencanaan, pengawasan, evaluasi sampai dampak hasil pembangunan kepada masyarakat.

                “Sayang sekali jika tidak dimanfaatkan. Kampus kita memiliki para ahli, pemikir, perencana sampai tenaga-tenaga terampil dalam mengevaluasi.”

                Jika Pemerintah konsisten dalam menggandeng kampus, menurutnya, maka secara psikologis, pembangunan dinilai bukan lagi hal yang eksklusif yang Cuma berada di wilayah kaum eksekutif atau legislatif. Kondisi demikian diperlukan karena tujuan pembanguanan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan bukan untuk tujuan-tujuan eksklusif.

                “Pernah suatu saat, ketika pemprov dan panitia besar PON Riau menggandeng kampus dari luar daerah untuk menjadi konsultan penghijauan venues PON. Saya Protes, karena seharusnya pemprov dan PB PON menggandeng kampus local. Kampus kita juga ada yang memiliki spesifikasi sama.”

                Ia menyatakan, sebaliknya pihak kampus juga tidak seharusnya dalam posisi pasif menunggu uluran tangan pemerintah  untuk sama-sama terlibat dalam proses pembangunan. Pihak kampus sendiri, juga harus pro aktif dalam memberikan kontribusi nyata. Lewat kegiatan penelitian dan pengabdian  masyarakat, peran kampus dinanti-nantikan sudah begitu lama dinantikan.

                “Kampus dituntut untuk aktifmelakukan kegiatan penelitian yang kontekstual dengan beragam dinamika yang terjadi di tengah masyarakat.”

Lagi, Calon Wakil Walikota

Tak Jera. Demikian sikap Ayat Cahyadi tentang tekad untuk kembali maju sebagai kandidat Calon Wakil Walikota Pekanbaru. Lima tahun lalu, ia memilih hal yang sama meski pada waktu itu ia kalah. Satu hal yang sepertinya masih mengganjal di hatinya. Kesempatan untuk berkarya bagi masyarakat lewat kancah eksekutif sepertinya masih begitu menggoda. Kali ia bersatu padu dengan Firdaus, ST. MT.

                Pasangan Firdaus, ST. MT – Ayat Cahyadi, S.si sebetulnya sudah sempat menang. Mahkamah Konstitusi kemudian mengharuskan pencoblosan harus diulang. 

                Seperti dikatakannya, hal yang membuatnya kembali bertarung dalam pilkada adalah soal keinginannya untuk mengabdi di jajaran eksekutif. Ia menyatakan memiliki cadangan ide yang luar biasa besar terhadap pembangunan Kota Pekanbaru.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar