Sumber : Profil DPRD Provinsi Riau Periode 2009 - 2014
Diterbitkan oleh : Sekretariat DPRD Provinsi Riau
DAKWAH DI JALAN
POLITIK
“Berdakwah tidak pernah membatasi diri pada tempat tertentu. Dalam segala lini
kehidupan. Termasuk politik yang konon kata orang serba tak jelas.”
Tentu saja, dakwah yang dimaksud oleh Ayat tersebut bukanlah
lagi sebatas yang dilakukannya saat sebelum menjabat anggota dewan. Kini,
konteksnya justru makin meluas dan mencakup kepentingan banyak orang.
Ia meyakini, dakwah yang kontekstual adalah dakwah yang
memberikan perhatian luas kepada problem masyarakat. Menurutnya, dalam panggung
politik spirit berdakwah di jalan Tuhan harus tetap kukuh dipegang. Tetapi
seperti di akuinya, berdakwah dalam ranah politik jauh lebih sulit. Ragam
duniawi yang kerap menggerogoti keimanan sang juru dakwah itu sendiri. Sejumlah
tawaran kerap datang. Dan kesempatan untuk menyelewengkan dakwah dari mimbar
iman rel sebegitu besar.
“Sekali tergelincir, tentu akan sulit untuk kembali ke jalan yang benar. Makanya harus senantiasa
amanah dan konsisten dengan nilai-nilai kebenaran yang di anut. Jangan sampai
seperti tongkat pembawa rebah.”
Ayat merupakan sosok politisi muda
Partai Keadilan Sejahtera yang banyak diharapkan sejak kemunculannya pertama
kali. Di usia belum menyentuh 40 tahun, ia sudah tampil sebagai salah satu ikon
pergerakan politik anak muda di Pekanbaru. Naiknya tokoh ini kepanggung politik
kian mengemuka ketika ia mencalonkan diri sebagai wakil walikota Pekanbaru,
tahun 2006 silam.
Kompetisi kala itu tak kalah seru.
Dua
mantan sekondan Herman Abdullah dan Erwandi Saleh masing-masing walikota dan
wakil walikota yang semula berada dala satu biduk, tiba-tiba pecah kongsi.
Kubu Herman
Abdullah akhirnya menang. Erwandi Saleh yang berpasangan dengan Ayat Cahyadi
harus menepi ke pinggir arena. Tetapi, dalam politik Ayat Cahyadi tak patah
arang. Ia melaju terus di gedung parlemen. Sampai akhirnya, lima tahun kemudian,
ia kembali mencalonkan diri sebagai
wakil walikota. Kali ini, ia digandeng Firdaus, ST. MT melawan pasangan Septina
Primawati Rusli – Erizal Muluk.
Kecemerlangan
karir politik Ayat terlihat dari kemampuannya selama duduk sebagai anggota DPRD
Pekanbaru. Ia terpilih sebagai salah satu wakil rakyat dalam pemilu 2004 silam.
Di parlemen kota ia mendapat kepercayaan dari partai dan koleganya untuk
menjadi salah satu wakil ketua.
Selama
menjadi legislator, ia dikenal bersuara nyaring soal kebijakan-kebijakan
walikota. Ia juga menuntut agar pihak eksekutif tak hanya fokus dalam
pembangunan fisik, namun juga pengembangan SDM berbasis nilai-nilai akhlak dan
moral. Ia mengkritik pengelolaan rumah-rumah dan tempat hiburan yang melanggar
etika norma dan agama. Kritik yang kemudian menggema keruang public, dan media
massa mengutipnya antusias.
“kita
harus bangun Kota Pekanbaru sebagai kota yang memiliki nuansa moral dan
keagamaan yang baik,” kata Alumnus Fakultas MIPA Universitas Riau ini pada waktu
itu.
Di
dunia pergerakan kampus, nama Ayat sebelumnya cukup popular. Ia piawai dalam
menyampaikan gagasan tentang
pengembangan agama yang bisa diterima banyak pihak. Ia sisapa Pak Ustad karena
konsisten melakukan syiar agama disegala tempat. Ia juga aktif dalam kegiatan
social masyarakat.
Berdayakan Kampus
Usai mengabdi di DPRD
Pekanbaru, karirnya kembali melejit. Ia naik kelas menjadi anggota DPRD Riau
pada pemilu legislative 2009 lalu mewakili Pekanbaru. Raihan suara sah yang
mendukungnya merupakan yang paling banyakl dari antara delapan anggota dewan
terpilih dari daerah pemilihan Kota.
Pekanbaru
di masa itu, Ia meraup sekitar 14 ribu lebih suara, meski sejatinya ia hanya
ditempatkan dalam daftar caleg nomor urut dua.
Ayat
yang kini duduk di komisi D DPRD Riau, tak banyak berubah. Pun tetap kritis
dalam berpendapat. Baginya, DPRD adalah sarana yang efektif untuk mengontrol
jalannya pembangunan di Daerah. Sejumlah bidang kerja yang menyangkut
tugas-tugas komisi ia geluti secara serius. Termasuk soal pendidikan dan
kesejahteraan masyarakat.
Kepedulian
Ayat Cahyadi dalam pemberdayaan kampus bukan rahasia umum lagi di parlemen.
Keberadaan kampus-kampus perguruan tinggi di propinsi ini, menurutnya perlu
mendapat perhatian serius. Ia mendambakan kampus sebagai mitra pemerintah dalam
pembangunan. Pemerintah harus mulai melibatkan potensi kampus sebagai mitra
pembangunan. Begitu banyak potensi
orang-orang kampus perguruan yang menurutnya
dapat diandalkan dalam proses pembangunan. Mulai dari tahap perencanaan,
pengawasan, evaluasi sampai dampak hasil pembangunan kepada masyarakat.
“Sayang
sekali jika tidak dimanfaatkan. Kampus kita memiliki para ahli, pemikir,
perencana sampai tenaga-tenaga terampil dalam mengevaluasi.”
Jika
Pemerintah konsisten dalam menggandeng kampus, menurutnya, maka secara
psikologis, pembangunan dinilai bukan lagi hal yang eksklusif yang Cuma berada
di wilayah kaum eksekutif atau legislatif. Kondisi demikian diperlukan karena
tujuan pembanguanan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan
bukan untuk tujuan-tujuan eksklusif.
“Pernah
suatu saat, ketika pemprov dan panitia besar PON Riau menggandeng kampus dari
luar daerah untuk menjadi konsultan penghijauan venues PON. Saya Protes, karena
seharusnya pemprov dan PB PON menggandeng kampus local. Kampus kita juga ada
yang memiliki spesifikasi sama.”
Ia
menyatakan, sebaliknya pihak kampus juga tidak seharusnya dalam posisi pasif
menunggu uluran tangan pemerintah untuk
sama-sama terlibat dalam proses pembangunan. Pihak kampus sendiri, juga harus
pro aktif dalam memberikan kontribusi nyata. Lewat kegiatan penelitian dan
pengabdian masyarakat, peran kampus
dinanti-nantikan sudah begitu lama dinantikan.
“Kampus
dituntut untuk aktifmelakukan kegiatan penelitian yang kontekstual dengan
beragam dinamika yang terjadi di tengah masyarakat.”
Lagi, Calon Wakil Walikota
Tak Jera. Demikian sikap Ayat Cahyadi tentang tekad untuk
kembali maju sebagai kandidat Calon Wakil Walikota Pekanbaru. Lima tahun lalu,
ia memilih hal yang sama meski pada waktu itu ia kalah. Satu hal yang
sepertinya masih mengganjal di hatinya. Kesempatan untuk berkarya bagi
masyarakat lewat kancah eksekutif sepertinya masih begitu menggoda. Kali ia
bersatu padu dengan Firdaus, ST. MT.
Pasangan
Firdaus, ST. MT – Ayat Cahyadi, S.si sebetulnya sudah sempat menang. Mahkamah
Konstitusi kemudian mengharuskan pencoblosan harus diulang.
Seperti
dikatakannya, hal yang membuatnya kembali bertarung dalam pilkada adalah soal
keinginannya untuk mengabdi di jajaran eksekutif. Ia menyatakan memiliki
cadangan ide yang luar biasa besar terhadap pembangunan Kota Pekanbaru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar