Tribun
Pekanbaru
SELASA, 11 JUNI
2013
Massa PKL Gagal
Temui Wakil Wali Kota di DPRD, Dewan Mengaku Tak Punya Kewenangan
Unjuk Rasa pedagang kaki lima (PKL) di Kantor DPRD
Kota Pekanbaru, berlangsung panas. Ratusan pedagang yang tergusur operasi
pembersihan Jalan Subrantas oleh Pemko Pekanbaru membawa anak-anak dan dagangan
mereka mengadu ke wakil rakyat. Sebagian membawa kuali dan memukul-mukulnya
hingga menimbulkan suara gaduh. Massa berteriak-teriak mengecam langkah pemko
yang mengusir paksa mereka dari tempat berjualan. Meski tak terjadi keributan
dengan petugas, namun emosi para pendemo kian menyala manakala tak ada anggota
DPRD yang menemui mereka. Kata-Kata makian dan hujatan terus terlempar dari
mulut pendemo.
Para pedagang ini sebelum nya berkumpul di jalan Cut
Nyak Dien. Pedagang yang kebanyakan datang dari panam ini mulai berkumpul di
Tugu PON depan Pustaka Wilayah, sebelum melakukan aksinya.
Setelah berkumpul, dengan komando ratusan pedagang ini
kemudian melakukan jalan kaki dari depan pustaka wilayah menuju Kantor DPRD
Kota Pekanbaru sambil membawa patung replika pocong dengan gambar wajah Wali Kota Pekanbaru Firdaus. Aksi ratusan PKL
yang juga membawa anak dan sebagian membawa gerobak jualan sempat membuat jalan
macet.
Sesampainya di gedung DPRD Pekanbaru, para pendemo dalam orasinya mendesak
Wali Kota Firdaus MT untuk kembali mengizinkan mereka berjualan di ruko sepanjang
jalan subrantas. Massa memajang spanduk dan pamflet berisi kecaman keras atas langkah Firdaus MT
melakukan penertiban paksa pasar dadakan tersebut. Sebuah patung pocong dengan
memasang kepala bergambar mirip Firdaus juga di pertontonkan pendemo. Di tengah
orasi, patung pocong mirip wajah orang nomor satu Pekanbaru itu di injak-injak
hingga hancur berserakan.
Ini (Firdaus) pemimpin yang zalim. Pemimpin yang
membohongi Rakyatnya. Setelah terpilih sebagai Wali Kota, sekarang dia
menyengsarakan masyarakat kecil. Pedagang di gusur seperti binatang, sementara
ritel menjamur. Wali Kota berkompromi dengan kapitalis dan mengorbankan
pedagang kecil, teriak Ardo, orator dalam demonstrasi yang juga diikuti
kalangan mahasiswa.
Demonstrasi ini bertepatan dengan jadwal rapat
paripurna DPRD pagi kemarin. Itu sebabnya, paripurna sempat molor karena
sejumlah pejabat pemko yang di undang terhalang masuk. Namun, Massa tak
memantau kedatangan Wakil Wali Kota, Ayat Cahyadi yang mewakili Pemko dalam
rapat tersebut. Ayat, ternyata masuk diamankan lewat pintu darurat. Pintu
berwarna hitam tersebut menghubungkan langsung basement parkiran ke ruang
paripurna. Sementara, massa justru menghalau pintu kedatangan bagiandepan.
Tadi, Pak Wakil Wali Kota (Ayat) masuk lewat pintu
darurat. Kacaulah kalau masuk dari pintu depan, banyak massa, tegas seorang
staf DPRD bidang persidangan kepada tribun.
Paripurna tetap berlangsung meski dihalaman kantor Dewan
orasi makin panas berkumandang. Ayat menyampaikan pidatonya soal pengajuan dua
rancangan perda yakni pengelolaan sampah dan pasar moderen.
Hingga selesainya paripurna, massa belum bubar. Sadar
akan di cegat pendemo, lagi-lagi Ayat menghindar dari kerumunan massa yang
sudah menunggunya di tangga keluar bagian depan. Ayat kembali keluar lewat
pintu darurat di basement. Ayat lantas kabur menggunakan mobil Honda Jazz
hitam, bukan mobil dinas plat merah yang biasa dipakainya.
Kecewa karena kehilangan jejak Ayat, pendemo pun
melakukan penyegelan sejumlah mobil dinas. Beberapa pejabat tak bisa pulang
karena kendaraan
mereka di rumuni massa. Sebagian pendemo bahkan menginjak-injak mobil milik
negara.
Aksi penyegelan tersebut takberlangsung lama. Ketua
DPRD Desmianto di dampingi Wakil Ketua DPRD Sondi Warman dan Ketua komisi II,
Nofrizal datang menghapiri pedagang. Hanya saja, tak ada jawaban pasti dari
pimpinan Dewan soal tuntutan mereka.
Desmianto menyatakan, DPRD tak memiliki kewenangan
untuk memenuhi tuntutan pendemo. Alasanya, domain kewenangan DPRD bukanlah pada
tataran implementasi kebijakan.
Politisi Partai Demokrat ini mengaku , DPRD sudah
beberapa kali membahas soal tuntutan pedagang. Nmun, tetap saja kebijakan ada
pada Wali Kota.
Sebenarnya, aspirasi Bapak dan Ibu ini terus kami
tindak lanjuti. Cuma, domain kebijakan itu ada pada walikota. Tapi, kami akan
tetap berupaya untuk terus mengupayakan solusi atas tuntutan ini, jelas
Desmianto.
Tak puas dengan penjelasan pimpinan Dewan, massa pun
memilih membubarkan diri.